Sabtu, 24 Desember 2022

Ibu

Bu, kini aku telah menjadi seorang ibu sepertimu. Kini aku bisa merasakan apa yang kau rasa dulu. Masalah demi masalah datang silih berganti seolah antri untuk diselesaikan lebih dahulu.

Bu, mungkin aku tak sekuat dirimu. Tapi setidaknya aku tak hanya pasrah diam membeku. Aku sudah berusaha semampuku dan sekuatku. 

Bu, aku hanya lelah dan bosan dengan hidupku. Semakin keras usahaku maka masalah semakin besar menghampiriku. Seolah tak ada kedamaian dan ketenangan untukku. Mungkin juga ini salahku Bu yang sejak dulu tak pernah mendengarmu. Berat himpitan hidup sering membuatku putus asa dan tak berdaya. Cacian, hinaan dan hujatan telah biasa ku telan. Aku hanya ingin kuat dan tetap berdiri walau badai terus berusaha merobohkanku.

Bu, beri aku sedikit kekuatan untuk tetap berpijak pada pendirianku. Aku selalu yakin badai ini segera berlalu. Namun aku juga manusia biasa yang selalu mengeluh. Peluk aku Bu, dekap aku walau itu semu. Aku ingin mencurahkan segala keluh kesahku. 

Ibu, aku lemah aku tak berdaya. Aku terombang ambing kesana kemari tanpa arah. Aku selalu mencari pembenaran atas sikapku. Aku ingin dukungan agar aku tak menyerah.

Bu, aku rindu. Aku ingin pulang seperti dulu. Ada kedamaian di rumah kita. Ada kehangatan di setiap sudut rumah. Ada dirimu Bu yang kurindu. Aku rindu sosokmu, masakanmu, tatapanmu dan kemarahanmu. Ibu walau kita tak pernah dekat tapi aku tahu kau sangat menyayangiku. Maafkan aku ya Bu belum bisa memuliakanmu hingga akhir hayatmu. Percayalah Bu bahwa aku juga mencintaimu. Lihat aku dari atas sana ya Bu, lihat cucu - cucumu yang lucu, titip pesan juga untuk Tuhanku ya Bu agar memberiku kebahagiaan dan kemudahan dalam setiap langkahku. Tunggu aku di surga ya Bu. Kelak kita pasti akan bertemu. I love you Ibu.🥺


Sabtu, 27 Agustus 2022

Bungsuku

 

Bungsuku, mungkin dulu kehadiranmu mengagetkanku. Tapi percayalah bunda dan ayah tetap mengharapkanmu. Tak ada yang beda perlakuan kami padamu. Apapun kata orang tentangmu, kau tetap kemenangan kami. Kami menang melawan rasa takut dan pesimis. Karena kami percaya kau titipan Tuhan yang berharga. Kau bungsuku yang menceriakan hari - hariku.

Ayah bunda sayang padamu. Maaf jika waktu itu kami ragu. Kehadiranmu yang tiba - tiba dan sangat cepat membuat bunda takut. Takut tak bisa memberikan yang terbaik untukmu dan kakakmu. Tapi kini kita telah membuktikan bahwa Allah selalu bersama kita, selalu membantu kita. Di usiamu yang hampir 3 tahun, kau selalu membawa hiburan dan kelucuan di keluarga kita. Bunda bersyukur memilikimu. Jangan membenci bunda ya nak. Sehatlah selalu dan tumbuhlah dengan baik. Percayalah nak bagaimanapun keadaan kita saat ini semua itu bukan kesalahanmu. Kau lahir bukan suatu kekeliruan tapi Allah yang sudah mengatur. Kita jalani saja sampai batas waktunya. Semoga kita bisa melalui semua kesulitan hidup ini. Percayalah nak ini bukan salahmu. Kau adalah kemenangan kami. Ayo nak kita semangat menapaki jalan takdir ini. 

Sabtu, 13 Agustus 2022

Kaulah nafasku


Takkan habis kata untuk melukiskan arti kalian bagiku. Kalian adalah nafasku. Kalian jiwaku. Kalian penyemangatku. Kalian segalanya. Cinta dan kasihku untuk kalian takkan pernah habis. Kalian anak - anak yang luar biasa. Kalian membersamai hari - hariku penuh cinta. Kebahagiaan kalian prioritasku. Kalian anugerah terindah Tuhan untukku. Terima kasih anakku kalian telah memilikiku menjadi ibumu. Bersamaku selama 9 bulan, berjuang bersama saat hendak melihat dunia. Kalian anak - anak hebat.
Selalu bersamaku ya nak hingga nanti kalian bisa mandiri dan tak butuh tubuh rentaku. Selalu rukun ya nak hingga kalian menutup mata. Kalian sedarah. Kalian seibu seayah. Darah kalian sama. Berbahagialah nak. Nikmati hari - harimu. Jangan bersedih. Jangan bersusah hati. Biarlah keluh kesah susah sedih bunda yang rasa. Belajarlah dan nikmati keindahan dunia. Bunda sayang dan cinta kalian bertiga. 


 

Jumat, 12 Agustus 2022

Kerinduanku

Sejauh apapun aku pergi, ku tetap merindu tempat ini. Tempat aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Tempat ini menyimpan berjuta kenangan. Pahit manis kehidupanku kuukir dari sini. Tempat aku pulang di kala lelah dan letih jiwa berkelana. Tempat aku berteduh dari hingar bingar dunia persaingan. Ku ingin bersembunyi di sini kala hatiku remuk dan redam. Tempat aku mencari kehangatan orang tua. Tempat aku melupakan kebisingan  dunia. Tempat ternyamanku kala dia masih ada.

Namun kini semua berbeda. Sudah tak lagi sama. Ketika ibu berpulang rasanya ada yang hilang. Jiwa rumah ini perlahan pudar. Sosok yang jadi penopang telah kembali ke haribaan. Rumah ini kosong seperti hatiku yang berlubang. Ibu...betapa besar pengaruhmu di rumah kita. Semenjak kau tak ada sepi, sunyi dan hampa terasa di setiap ruang. Tak lagi ada sapu yang menari indah di tanah, tak lagi ada nyanyian mesra kau marah - marah. Ibu ku rindu hangatmu. Enaknya masakanmu. Tatapan sendu milikmu. Ibu...maafkan aku.

Kini aku tahu betapa berat peran seorang ibu. Aku telah merasakannya bu. Kau pasti tertawa di atas sana melihatku. Masalah demi masalah silih berganti menghantamku. Keyakinanku goyah bu, aku rapuh. Aku tak sekuat dirimu. Tapi aku berkaca padamu bu, aku ingat kata - katamu. Kita tak bisa bergantung pada orang lain, sekalipun itu keluarga. Yang bisa kita andalkan hanya diri sendiri. Kadang aku merasa aku bisa berdiri hingga kini karena tempaanmu. Tapi aku lemah bu, kadang aku merasa bebanku terlalu berat. Aku ingin istirahat bu. Ingin kembali ke masa dulu. Saat bisa bersamamu tanpa berfikir nanti makan apa karena kau selalu menghidangkan untukku. Aku rindu saat saat itu.

Lihat aku bu!

Apakah aku sudah bisa membanggakanmu??Hidupku masih kacau bu. Tak seperti harapanmu. Aku dulu ingin pergi dari rumahmu bu, tapi kini aku rindu. Kerinduan yang entah sampai kapan akan kutuangkan. Ibu...peluk aku. Peluk aku sebentar bu. Aku ingin tenang. Aku ingin meluapkan kegalauanku. Aku ingin berbagi rasa denganmu. Peluk aku bu untuk menghilangkan ketakutanku. Ibu....aku takut. Ibu...aku bingung. Ibu...aku putus asa. Aku ingin menyerah bu. Aku tidak kuat.

Tunggu aku ya bu, aku akan menyelesaikan tugasku dulu. Kan kutuntaskan kewajibanku. Kan ku antarkan anak - anakku dulu menuju kesuksesan. Tunggu aku bu. Jangan pergi jauh.

Aku rindu padamu. Aku rindu rumahmu.

Senin, 16 Mei 2022

JUJURLAH PADAKU!

BAB 1
"Non makanannya sudah siap!" panggil Bi Minah.
Tanpa menyahut gadis yang berada di dalam kamar langsung keluar. Ia pun tak berpaling pada pembantunya yang masih berdiri di ambang pintu. Dengan gontai ia turuni anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. 
"Nggak biasanya kamu murung begitu Sha!" tegur pria paruh baya yang duduk di seberang meja tatkala gadis cantik itu menghempaskan pantatnya di kursi. 
"Ada masalah apa?" tanya pria tersebut dengan mimik wajah serius.
"Besok kan liburan Pa, masa Esha nggak bolwh hiking sama teman - teman" jawab gadis bernama Esha itu.
"Memangnya kenapa kalau nggak hiking?"
"Tentu saja liburan Esha sia - sia dong, di rumah mulu bosen".
"Siapa bilang di rumah?kita akan ke Singapur".
"Apa? Singapur? Nggak salah tuh Pa? Kita liburan ke Singapur?" teriak Esha girang . Papanya hanya mengangguk.
"Makasih Pa, aduh ngapain  aja ya nanti aku di Singapur?"
"Ini bukan sekedar liburan Sha, tapi ..."
"Tapi apa Pa?" potong Esha cepat.
"Gini Sha, kamu tahu kan waktu papa bilang mau ke Swedia untuk menyelesaikan proyek papa di sana?" tanya Papa Esha dan dijawab Esha dengan anggukan.
"Nah hal itu membutuhkan tenaga dan waktu yang panjang, maka dari itu papa berencana mau kesana dan tinggal sementara waktu".
"Hah??Papa mau ke Swedia?" tanya Esha kaget.
"Ya"
"Tapi Esha nggak mau pa, Esha nggak akan ninggalin mama sendirian di sini".
"Papa tahu, oleh karena itu papa berencana menitipkan kamu pada seseorang".
"Siapa pa?"
"Dia putra Om Ridwan" jawab Papa.
"Om Ridwan yang di Singapur itu?"
"Iya, tapi kalian akan tinggal di sini. Kebetulan putra Om Ridwan juga mau kuliah di Indonesia".
"Hah...Esha tinggal satu rumah sama anak cowok yang nggak Esha kenal?"
"Tenang papa sudah pikirkan apa kata orang nanti, makanya papa dan Om Ridwan sepat untuk menikahkan kalian sebelum papa berangkat".
"Papa, Esha gak salah dengar kan? Mau dinikahkan siapa? Esha?" rentetan pertanyaan diajukan Esha dengan berapi - api menahan kemarahannya. 
Melihat amarah putri tunggalnya hampir pecah, Prof. Permana Hidayat hanya tersenyum.
"Esha ini juga permintaan mama sebelum meninggal. Esha harus bersama orang yang tepat. Esha kan juga tahu Papa dan Om Ridwan sudah berkawan sangat lama jadi kami tahu bebet bibit dan bobotnya" dengan tenang Papa membujuk Esha untuk menerima perjodohan ini.
"Enak banget papa bilang begitu, memangnya papa nggak mikirin masa depan Esha?".
Setelah mengucapkan kalimat terakhir Esha meninggalkan meja makan dengan kemarahan yang meluap - luap.