Senin, 16 Mei 2022

JUJURLAH PADAKU!

BAB 1
"Non makanannya sudah siap!" panggil Bi Minah.
Tanpa menyahut gadis yang berada di dalam kamar langsung keluar. Ia pun tak berpaling pada pembantunya yang masih berdiri di ambang pintu. Dengan gontai ia turuni anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak. 
"Nggak biasanya kamu murung begitu Sha!" tegur pria paruh baya yang duduk di seberang meja tatkala gadis cantik itu menghempaskan pantatnya di kursi. 
"Ada masalah apa?" tanya pria tersebut dengan mimik wajah serius.
"Besok kan liburan Pa, masa Esha nggak bolwh hiking sama teman - teman" jawab gadis bernama Esha itu.
"Memangnya kenapa kalau nggak hiking?"
"Tentu saja liburan Esha sia - sia dong, di rumah mulu bosen".
"Siapa bilang di rumah?kita akan ke Singapur".
"Apa? Singapur? Nggak salah tuh Pa? Kita liburan ke Singapur?" teriak Esha girang . Papanya hanya mengangguk.
"Makasih Pa, aduh ngapain  aja ya nanti aku di Singapur?"
"Ini bukan sekedar liburan Sha, tapi ..."
"Tapi apa Pa?" potong Esha cepat.
"Gini Sha, kamu tahu kan waktu papa bilang mau ke Swedia untuk menyelesaikan proyek papa di sana?" tanya Papa Esha dan dijawab Esha dengan anggukan.
"Nah hal itu membutuhkan tenaga dan waktu yang panjang, maka dari itu papa berencana mau kesana dan tinggal sementara waktu".
"Hah??Papa mau ke Swedia?" tanya Esha kaget.
"Ya"
"Tapi Esha nggak mau pa, Esha nggak akan ninggalin mama sendirian di sini".
"Papa tahu, oleh karena itu papa berencana menitipkan kamu pada seseorang".
"Siapa pa?"
"Dia putra Om Ridwan" jawab Papa.
"Om Ridwan yang di Singapur itu?"
"Iya, tapi kalian akan tinggal di sini. Kebetulan putra Om Ridwan juga mau kuliah di Indonesia".
"Hah...Esha tinggal satu rumah sama anak cowok yang nggak Esha kenal?"
"Tenang papa sudah pikirkan apa kata orang nanti, makanya papa dan Om Ridwan sepat untuk menikahkan kalian sebelum papa berangkat".
"Papa, Esha gak salah dengar kan? Mau dinikahkan siapa? Esha?" rentetan pertanyaan diajukan Esha dengan berapi - api menahan kemarahannya. 
Melihat amarah putri tunggalnya hampir pecah, Prof. Permana Hidayat hanya tersenyum.
"Esha ini juga permintaan mama sebelum meninggal. Esha harus bersama orang yang tepat. Esha kan juga tahu Papa dan Om Ridwan sudah berkawan sangat lama jadi kami tahu bebet bibit dan bobotnya" dengan tenang Papa membujuk Esha untuk menerima perjodohan ini.
"Enak banget papa bilang begitu, memangnya papa nggak mikirin masa depan Esha?".
Setelah mengucapkan kalimat terakhir Esha meninggalkan meja makan dengan kemarahan yang meluap - luap.