Walau tak pernah mengandung dan melahirkanku, tapi darahnya mengalir di tubuhku. Didikan yang keras menempaku demi melihat aku maju. Tak pernah ada kata pujian atau nasihat bijak untukku. Tapi aku tahu cintanya hanya untukku. Aku tahu doanya selalu tertuju untukku.
Sempat aku membencinya karena sikap dingin dan kasarnya. Jiwa mudaku meronta ingin pergi jauh darinya. Batasan-batasan pergaulan yang membuatku tak pernah nyaman. Namun kini aku baru sadar semua itu menjadikanku mandiri, kuat dan tahan gunjingan.
Dia cinta pertamaku, lelaki pertama yang tulus mencintaiku tanpa syarat. Dia lelaki pertama yang kukenal, dia lelaki pertama yang menciumku, memapahku, menggendongku dan mengucapkan rasa sayang padaku.
Kini ia tak muda lagi, tubuhnya renta termakan usia. Kegagahannya mulai layu seiring kepergian belahan jiwa yang dirindu. Kini ia hanya sendiri, menatap jalanan yang makin ramai. Selalu berharap putri kecilnya kembali minta dipangku.
Bapak....maafkan aku. Kini putri kecilmu tak lagi bisa di sampingmu. Takdir membawaku menjauh dari dekapanmu. Hanya untaian doa tulus yang mampu kupanjatkan di setiap sanubariku agar engkau sehat selalu. Semoga Tuhan memanjangkan umurmu, melimpahkan kesehatan dan kebahagiaan selalu.